Rabu, 03 Oktober 2012

Definisi Pembelajaran


BELAJAR MENGAJAR

A. Definisi Belajar dan Mengajar
            Belajar (dalam bahasa Arab : At-Ta’allum), menurut Sunaryo dalam bukunya Strategi Belajar-Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu kegiatan di mana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sudah barang tentu tingkah laku tersebut adalah tingkah laku yang positif, artinya untuk mencari kesempurnaan hidup[1].
            Psikologi Daya berpendapat , bahwa belajar adalah melatih daya-daya yang dimiliki oleh manusia. Dengan latihan tersebut, akan terbentuk dan berkembang berbagai daya yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya, seperti daya ingat, daya pikir, daya rasa, dan sebagainya. Pandangan baru menyatakan bahwa belajar  merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengamalan[2].
            Sementara, mengajar (dalam bahasa Arab : At- Ta’liim) Hamalik memberikan definisi sebagai berikut:
1.      Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah.
2.      Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah
3.      Mengajar adalah usaha pengorganisasian lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa
4.      Mengajar atau mendidik adalah memberikan bimbingan belajar kepada murid
5.      Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat; dan
6.      Mengajar adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
            Lebih lanjut, Hamalik mengemukakan bahwa :
1.      Pengajaran mempunyai maksud yang sama dengan kegiatan mengajar
2.      Pengajaran adalah interaksi belajar-mengajar sebagai suatu sistem; dan
3.      Pengajaran identik dengan pendidikan.
            Karakteristik interaksi belajar-mengajar dalam pendekatan proses belajar-mengajar meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan pembelajaran. Mengajar adalah upaya penyampaian pengetahuan kepada peserta didik yang rumusan konsepnya adalah sebagai berikut.
1.      Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan, dalam hal ini masa depan kehidupan anak yang ditentukan orang tua. Oleh karenanya, sekolah berfungsi untuk mempersiapkan mereka agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
2.      Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada siswa. Pada umumnya, guru menggunakan metode “formal step” yang berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas tanggapan / kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut berdasarkan  ajaran psikologi asosiasi.
3.      Tujuan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan. Pengetahuan bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah. Oleh karena itu, mata ajaran tersebut meliputi berbagai pengalaman yang berasal dari orang tua di masa lalu, yang berlangsung dalam kehidupan manusia yang diuraikan, disusun, serta dimuat dalam buku mata pelajaran dari berbagai referensi.
4.      Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa . Peran guru dalam hal ini adalah sangat dominan. Guru yang menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanya. Guru juga dipandang sebagai orang yang serba mengetahui dan serba pandai. Oleh karenanya, guru mempunyai kekuasaan dalam mempersiapkan tugas, memberikan latihan, dan menentukan peraturan maupun kemajuan tiap siswa.
5.      Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif. Siswa dianggap sebagai tong kosong yang belum mengetahui apapun. Siswa hanya menerima apa yang diberikan oleh guru, bersikap sebagai pendengar, pengikut, dan pelaksana tugas. Adapun kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, dan hal lain yang dimiliki siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.
6.      Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas. Kegiatan pengajaran hanya dilaksanakan sebatas ruangan kelas saja, sedangkan pengajaran di luar kelas tidak pernah dilakukan.
7.      Mengajar adalah pewarisan kebudayaan pada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah. Implikasi dari pernyataan ini adalah bahwa pengajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya, yaitu manusia yang mampu hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya.
8.      Pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses pewarisan yang dilakukan melalui berbagai prosedur, yaitu pengajaran, media, hubungan pribadi, dan sebagainya.
9.      Bahan pengajaran bersumber dari kebudayaan, yang merupakan kumpulan warisan sosial dalam masyarakat. Oleh karenanya, kebudayaan dan hasil kebudayaan yang diwariskan kepada siswanya umumnya merupakan benda dan nonbenda, hal yang tertulis atau lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku, norma, dan lain sebagainya.
10.  Siswa diposisikan sebagai generasi muda yang merupakan ahli waris kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan kepada siswa tersebut harus dikuasai dan dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya. Siswa juga diharapkan mampu memanfaatkan teknologi sebagai aspek kebudayaan untuk kehidupannya serta mampu mengadakan penemuan baru dan mengembangkan kebudayaan yang telah ada.
11.  Pengajaran adalah upaya pengorganisasian lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Lingkungan sosial sering kali lebih memengaruhi tingkah laku seseorang, oleh karenanya melalui interaksi antara individu dan lingkungannya, siswa diharapkan akan memperoleh berbagai pengalaman yang memengaruhi pengembangan tingkah lakunya. Dalam konteks ini, sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain, dengan menyiapkan program belajar, bahan pengajaran, metode mengajar, alat belajar, dan sebagainya.
12.  Peserta didik diibaratkan sebagai organisasi yang hidup. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi, agar aktivitas yang dilakukan menuju arah yang diinginkan. Oleh karenanya, guru harus menjadi organisator belajar bagi siswa yang potensial tersebut, sehingga tujuan pengajaran yang optimal akan tercapai[3].
            Untuk mengoptimalkan antara belajar dan mengajar tersebut, terdapat metode pembelajaran yang ideal, yang disebut dengan Pembelajaran Kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengeahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa benuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan[4].
            Sounders menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT (Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup; Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan; Applying : belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks penggunaannya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru. Penjelasan masing-masing prinsip pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Keterkaitan, relevansi (relating)
Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite konwladge) yang telah ada pada diri siswa (relevansi antarfaktor internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari.

b.      Pengalaman langsung (experiencing)
Dalam proses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventori, investigasi, penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan  untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca, dan menelaah buku teks, dan sebagainya.

c.       Aplikasi (Applying)
Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta konsep, prinsip atau prosedur atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan (use)”.
Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat juga dapat mendorong siswa untuk memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka  minati. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan menggunakan buku teks, video, laboratorium, dan bila memungkinkan ditindaklanjuti dengan memberikan pengalaman langsung melalui kegiatan karyawisata, praktik kerja lapangan, magang, dan sebagainya.

d.      Kerja sama (Cooperating)
Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antarsesama siswa, antarsiswa dengan guru, antarsiswa dengan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran, tetapi juga sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja sama dalam bentuk tim kerja.

e.       Alih pengetahuan (transferring)
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak sekadar untuk dihafal, tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif[5].


B. Ciri, Unsur , Karakteristik dan Proses Belajar
            Komalasari mengemukakan, ciri-ciri kegiatan belajar yaitu :
a.       Belajar adalah aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan dalam diri seseorang, baik secara aktual maupun potensial.
b.      Perubahan yang didapat sesungguhnya adalah kemampuan yang baru dan ditempuh dalam jangka waktu yang lama.
c.       Perubahan terjadi karena ada usaha dari dalam diri setiap individu[6].




            Terkait karakteristik belajar, Hamalik mengemukakan beberapa karakteristik belajar yang harus dikenali guru dalam membelajarkan siswa, antara lain:
1.      Kebermaknaan, dalam hal ini belajar harus lebih bermakna bagi siswa;
2.      Prasyarat, dalam arti bahan yang dipelajari siswa harus terkait dengan pengalaman prasayarat yang dimiliki siswa;
3.      Model belajar, dalam hal ini model yang disajikan sesuai dengan model perilaku yang dapat diamati dan ditiru siswa;
4.      Komunikasi Terbuka, dalam artian penyajian bahan belajar ditata agar pesan-pesan yang disampaikan guru bersifat terbuka terhadap pendapat siswa;
5.      Daya tarik, dalam artian bahan belajarmemiliki daya tarik penyajian;
6.      Aktif dalam latihan, artinya berusaha mengaktifkan peran siswa dalam latihan atau praktik;
7.      Latihan yang Terbagi, dalam artian proses latihan dilaksanakan dengan cara membagi kepada siswa dalam jangka waktu yang pendek; dan
8.      Tekanan Instruksional, yang diusahakan dengan menekankan kewajiban belajar yang dimulai dari yang kuat, tetapi lambat laun semakin melemah[7].

C. Faktor-Faktor Belajar
            Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keterkaitan belajar dan pembelajaran dapat digambarkan dalam sebuah sistem, proses belajar dan pembelajaran memerlukan masukan dasar (raw input) yang merupakan bahan pengalaman belajar dalam proses belajar mengajar (learning teaching process) dengan harapan berubah menjadi keluaran (output) dengan kompetensi tertentu. Selain itu, proses belajar dan pembelajaran dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan yang menjadi masukan lingkungan (environment input) dan faktor instrumental (instrumental input) yang merupakan faktor yang secara sengaja dirancang untuk menunjang proses belajar mengajar dan keluaran yang ingin dihasilkan. Secara skematik uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
            Faktor-faktor pendukung proses belajar dan pembelajaran di atas tidak dapat dipisahkan sehingga akan menghasilkan output yang diinginkan. Jika diuraikan lebih lanjut maka unsur environment input (masukan dari lingkungan) dapat berupa alam dan sosial budaya, sedangkan instrumental berupa kurikulum, program, sumber daya guru, dan fasilitas pendidikan. Raw input merupakan kondisi siswa, seperti unsur fisiologis secara umum serta kondisi pancaindera. Sedangkan unsur psikologis berupa minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif[8].
D. Teori Belajar
            Definisi yang ada tentang belajar mengajar tak terlepas dari adanya teori-teori belajar. Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt ada tiga keluarga atau rumpun teori belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt Field.
            Menurut rumpun teori disiplin mental dari kelahirannya atau secara herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Ada beberapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental yaitu: disiplin mental theistik, disiplin mental humanistik, naturalisme, dan apersepsi.
            Rumpun atau kelompok teori belajar yang kedua adalah Behaviorisme yang biasa juga disebut S-R Stimulus –Respons. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki / membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkunganlah, apakah lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang membentuknya. Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat, diamati.
            Rumpun ketiga adalah Cognitive Gestalt Field. Teori ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam mengggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra dari atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan[9].










[1] Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 2
[2] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hal. 106
[3] Ibid., hal. 25 - 27
[4] Kokom Komalasari, op. Cit., hal. 6
[5] Ibid, hal. 9-10
[6] Ibid, hal 2
[7] Oemar Hamalik, op. Cit., hal. 27-28
[8] Kokom Komalasari, op. Cit., hal. 4-5
[9] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999, hal. 53-55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar