Konsep Framing
Pada dasarnya
framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media
atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada "cara melihat"
terhadap realitas yang dijadikan berita. "Cara melihat ini berpengaruh
pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis
yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis
framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai
oleh media.
Sebagai sebuah
metode analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda
dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif,
yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu pesan/teks komunikasi.
Sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian adalah
pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana
pesan/peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi
peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca (Eriyanto, 2004: 10-11).
Terdapat beberapa
definisi mengenai framing yang disampaikan oleh beberapa ahli, yang diringkas
dalam table berikut (Eriyanto, 2004: 67-68):
Robert N.
Entman
|
Proses
seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa
itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan
penempatan-penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi
tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari pada sisi yang lain.
|
William A.
Gamson
|
Cara
bercerita atau gagasan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan
menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek
suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package).
Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu
untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk
menfasirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
|
Todd Gitlin
|
Strategi bagaimana
realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk
ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam
pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca
melalui proses seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu
dari realitas.
|
David E.
Snow dan Robet Benforrd
|
Pemberian
makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame
mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci
tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat
tertentu.
|
Amy Binder
|
Skema
interpretasi yang digunakan oleh individu untuk menempatkan, menafsirkan,
mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung.
Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang
mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.
|
Zhongdang
Pan dan Gerald M. Kosicki
|
Strategi
konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam
mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas
dan konvensi pembentukan berita.
|
Analisis framing merupakan versi terbaru dari
pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Menurut
Agus Sudibyo dalam Sobur, Gagasan mengenai framing, pertama kali
dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual
atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan
wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi
realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974,
yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips
of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.
Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas
dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan
penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.
Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan
pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau
aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi,
akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya,
analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep
sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi,
sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks
sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya.
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau
ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Analisis ini mencermati strategi
seleksi, penonjolan, dan tautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna,
lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi
khalayak sesuai perpektifnya. Dengan kata lain, framing adalah
pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang
atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian
mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita
tersebut (Sobur, 2004: 161-162).
Teknik Framing
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis
untuk mem-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari
kejadian (happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek
framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri
merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya
adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.
Menurut Entmen dalam Muhammad Qodari, framing dalam berita
dilakukan dengan empat cara, yakni: pertama, pada identifikasi masalah (problem
identification), yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai
positif atau negatif apa; kedua, pada identifikasi penyebab masalah (causal
interpretation), yaitu siapa yang dianggap penyebab masalah; ketiga,
pada evaluasi moral (moral evaluation), yaitu penilaian atas penyebab
masalah; dan keempat, saran penanggulangan masalah (traetment
recommendation), yaitu menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadang
kala memprediksikan hasilnya (Sobur,
2004: 172-173).
Abrar dalam Sobur
menyebutkan, pada umumnya terdapat empat teknik mem-framing berita yang
dipakai wartawan, yaitu: (1) Cognitive dissonance (ketidaksesuaian sikap
dan perilaku); (2) empati (membentuk "pribadi khayal"); (3) Packing
(daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan); (4) Asosiasi (menggabungkan
kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual dengan fokus berita).
Jika, misalnya, seorang wartawan ingin mem-framing
berita tentang kekerasan terhadap perempuan dengan berempati pada korban, tidak
berarti ia mesti melupakan kaidah jurnalistik yang paling elementer, seperti
nilai berita, layak berita, dan bias berita. Artinya, mereka harus tetap
mematuhi dan menjunjung tinggi semua kaidah itu secara seksama. Setelah tahapan
itu dilalui, barulah ia melakukan framing terhadap berita.
Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang menjadi fokus
objek framing seorang wartawan, yakni: judul berita, fokus berita, dan
penutup berita. Judul berita di-framing dengan menggunakan teknik
empati, yaitu menciptakan "pribadi khayal" dalam diri khalayak,
sementara khalayak diangankan menempatkan diri mereka seperti korban kekerasan
atau keluarga dari korban kekerasan, sehingga mereka bisa merasakan kepedihan
luar biasa.
Kemudian, fokus berita di-framing dengan
menggunakan teknik asosiasi, yaitu menggabungkan kebijakan aktual dengan fokus
berita. Kebijakan dimaksud adalah penghormatan terhadap perempuan. Dengan
menggabungkan kebijakan tersebut dalam fokus berita, khalayak akan memperoleh
kesadaran bahwa masih ada kekerasan terhadap perempuan, sekalipun usaha untuk
menguranginya sudah dilakukan oleh berbagai kalangan. Kesadaran ini diharapkan
bisa memicu khalayak untuk ikut berperan serta dalam mengurangi kekerasan
terhadap perempuan. Untuk itu, wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi
riil pencegahan kekerasan terhadap perempuan.
Selanjutnya, penutup berita di-framing dengan
menggunakan teknik packing, yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya
untuk menolak ajakan yang dikandung berita. Apa pun inti ajakan, khalayak
menerima sepenuhnya. Sebab mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah
kebenaran yang direkonstruksikan berita (Sobur, 2004: 173-174).
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto, Analisis
Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, 2004, Yogyakarta: LKis.
Sobur, Alex, Analisis
Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing, 2004, Bandung: Remaja Rosdakarya.