Kamis, 14 November 2013

Analisis Framing dalam Kritik Wacana

Konsep Framing
            Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada "cara melihat" terhadap realitas yang dijadikan berita. "Cara melihat ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.
            Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu pesan/teks komunikasi. Sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan/peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca (Eriyanto, 2004: 10-11).
            Terdapat beberapa definisi mengenai framing yang disampaikan oleh beberapa ahli, yang diringkas dalam table berikut (Eriyanto, 2004: 67-68):

Robert N. Entman
Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan-penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari pada sisi yang lain.
William A. Gamson
Cara bercerita atau gagasan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menfasirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
Todd Gitlin
Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca melalui proses seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.
David E. Snow dan Robet Benforrd
Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.
Amy Binder
Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.


Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Menurut Agus Sudibyo dalam Sobur, Gagasan mengenai  framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.
Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.
Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing  atau frame  sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya.
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan tautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perpektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2004: 161-162).

Teknik Framing
            Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk mem-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian (happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.
            Menurut Entmen dalam Muhammad Qodari, framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yakni: pertama, pada identifikasi masalah (problem identification), yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau negatif apa; kedua, pada identifikasi penyebab masalah (causal interpretation), yaitu siapa yang dianggap penyebab masalah; ketiga, pada evaluasi moral (moral evaluation), yaitu penilaian atas penyebab masalah; dan keempat, saran penanggulangan masalah (traetment recommendation), yaitu menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadang kala memprediksikan hasilnya (Sobur, 2004: 172-173).
Abrar dalam Sobur menyebutkan, pada umumnya terdapat empat teknik mem-framing berita yang dipakai wartawan, yaitu: (1) Cognitive dissonance (ketidaksesuaian sikap dan perilaku); (2) empati (membentuk "pribadi khayal"); (3) Packing (daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan); (4) Asosiasi (menggabungkan kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual dengan fokus berita).
            Jika, misalnya, seorang wartawan ingin mem-framing berita tentang kekerasan terhadap perempuan dengan berempati pada korban, tidak berarti ia mesti melupakan kaidah jurnalistik yang paling elementer, seperti nilai berita, layak berita, dan bias berita. Artinya, mereka harus tetap mematuhi dan menjunjung tinggi semua kaidah itu secara seksama. Setelah tahapan itu dilalui, barulah ia melakukan framing terhadap berita.
            Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang menjadi fokus objek framing seorang wartawan, yakni: judul berita, fokus berita, dan penutup berita. Judul berita di-framing dengan menggunakan teknik empati, yaitu menciptakan "pribadi khayal" dalam diri khalayak, sementara khalayak diangankan menempatkan diri mereka seperti korban kekerasan atau keluarga dari korban kekerasan, sehingga mereka bisa merasakan kepedihan luar biasa.
            Kemudian, fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi, yaitu menggabungkan kebijakan aktual dengan fokus berita. Kebijakan dimaksud adalah penghormatan terhadap perempuan. Dengan menggabungkan kebijakan tersebut dalam fokus berita, khalayak akan memperoleh kesadaran bahwa masih ada kekerasan terhadap perempuan, sekalipun usaha untuk menguranginya sudah dilakukan oleh berbagai kalangan. Kesadaran ini diharapkan bisa memicu khalayak untuk ikut berperan serta dalam mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Untuk itu, wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan kekerasan terhadap perempuan.
            Selanjutnya, penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing, yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita. Apa pun inti ajakan, khalayak menerima sepenuhnya. Sebab mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah kebenaran yang direkonstruksikan berita (Sobur, 2004: 173-174).

DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, 2004, Yogyakarta: LKis.
Sobur, Alex, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, 2004, Bandung: Remaja Rosdakarya.