A.
Definisi al- Musytarak al-Lafdzi
Terdapat dua aliran dalam kajian definisi musytarak al-lafdzi;
al-Qudama’ (ilmuan klasik) dan al-Muhdatsin (ilmuan modern).
Definisi al-Musytarak al-Lafdzi menurut ilmuan klasik diantaranya
dikemukakan oleh[1]:
-
Menurut
Imam As Suyuti, al-musytarak al-lafdzi yaitu
suatu lafadz (lafadz yang satu) tapi menunjukkan dua makna yang berbeda.
-
Amali,
mengatakan bahwa musytarak al-lafdzi yaitu satu lafadz yang mempunyai dua makna
yang berbeda atau lebih.
Sedangkan ilmuan modern, menurut
Wâfi[2],
yang dimaksud dengan اشتراك اللفظي adalah:
لِلْكَلِمَةِ
الْوَاحِدَةِ عِدَّةُ
مَعَانٍ تُطْلَقُ
عَلىَ كُلّ
منْهَا عَلىَ
طَرِيْقِ الحَقِيْ
قَةِ لاَ
الْمَجَاز
Artinya: “Satu kata mengandung beberapa arti yang
masing-masingnya dapat dipakai sebagai makna yang denotatif (hakikat) dan bukan
makna konotatif (majaz).”
Kata “اىخاه ” misalnya, bisa berarti: paman, tahi lalat di wajah, awan, dan
onta yang gemuk.
Ya’qub,
mendefisikan musytarak yaitu: “Setiap kata yang mengandung lebih dari dua makna, antara yang satu dengan
yang lain tidak ada persamaan[3]”
Secara
etimologi kata polisemi (Indonesia) diadopsi dari polysemy (Inggris),
sementara Polysemy diadopsi dari Bahasa Yunani: “Poly” artinya
banyak atau bermacam-macam, dan “Semy” berarti arti.
Secara
terminologis, polisemi menurut Palmer (1976: 65) di dalam Pateda, adalah: It
is olso the case that same word may have a set of different meanings. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, polisemi adalah: “Bentuk bahasa
(kata, frase dsb.) yang mempunyai makna lebih dari satu”.
Dari defenisi di atas dapat ditarik
kesimpulan, bahwa polisemi adalah leksem yang mengandung makna ganda. Karena
kegandaan makna seperti itulah maka pendengar atau pembaca ragu-ragu
menafsirkan makna leksem atau kalimat yang didengar atau yang dibacanya.
Sebagai contoh kata „paku‟. Kata ini bisa bermakna paku yang digunakan memaku
pagar, peti. Atau juga bisa bermakna „sayur paku‟. Untuk menghindarkan
kesalahpahaman, tentu kita harus melihat konteks kalimat, atau bertanya pada
pembicara apakah yang ia maksudkan dengan kata yang bermakna polisemi tersebut[4].
B.
Sebab-sebab Musytarak al-Lafdzi
Menurut Pateda[5],
di antara penyebab terjadinya kata-kata yang bermakna polisemi adalah:
1. Kecepatan
melafalkan leksem, misalnya; /bantuan/ dan /bantuan/. Apakah ban kepunyan tuan, atau bantuan?.
2. Faktor Gramatikal, misalnya kata /orangtua/. Kata
ini bisa bermakna ayah/ibu, atau orang
yang sudah tua.
3. Faktor
leksikal, yang dapat bersumber dari (i). Sebuah kata yang mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran yang
mengakibatkan munculnya makna baru. Misalnya
kata makan yang biasa dihubungkan dengan kegiatan manusia atau binatang memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi
kini kata makan dapat digunakan pada benda
tak bernyawa sehingga muncullah urutan kata makan sogok, rem tidak makan,makan angin, makan riba, dimakan api,
pagar makan tanaman. (ii). Digunakan pada lingkungan/konteks
yang berbeda, misalnya kata operasi, bagi seorang dokter dihubungkan dengan pekerjaan membedah bagian
tubuh untuk menyelamatkan nyawa;
bagi militer dikaitkan dengan kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan; dan bagi
Departemen Tenaga Kerja dihubungkan dengan salah satu kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan. Seperti
dalam kalimat “Departemen
Tenaga Kerja sedang melakukan operasi purna bhakti agar setiap perusahaan mematuhi peraturan
ketenaga-kerjaan.
4. Faktor pengaruh
bahasa asing, misalnya leksem /item/, kini digunakan leksem /butir/ atau /usur/.
5. Faktor pemakai
bahasa yang ingin menghemat pengguaan kata. Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat
mengungkapkan berbagai ide atau perasaan yang terkandung
di dalam hatinya. Seperti kata /mesin/ yang biasanya dihubungkan dengan /mesin jahit/. Manusia kemudian
membutuhkan kata yang mengacu kepada mesin
yang menjalankan pesawat terbang, mobil, motor, maka muncullah urutan kata /mesin pesawat/ dan /mesin mobil/.
6. Faktor pada bahasa
itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik perubahan bentuk maupun perubahan makna. Tentusaja hal ini
berhubungan faktor poin ke-5 di
atas.
Menurut
qudama’, definisi kalimat musytarok al-lafdzi telah ditemukan pada kitab “al-Munjid” dijelaskan bahwa
sebab-sebab musytarok al-lafdzi ada banyak diantaranya[6]:
1. Sebab internal
2. Sebab eksternal (perbedaan lingkungan). Adapun faktor eksternal
ini dibagi menjadi dua, diantaranya:
- Perubahan dalam pengucapan
- Perubahan dalam makna
Perubahan dalam pengucapan ada dua “al-qolbu
al-makani, wa al-ibdal”. Sedangkan perubahan dalam makna juga ada dua “
maqsud , wa tilqooii ” .
Sementara itu,
ilmuan modern tidak memiliki banyak perbedaan dengan qudama’(klasik) terkait
sebab-sebab musytarak al-lafdzi. Ibrahim Anis menambahkan sebab lain musytarak
al-lafdzi[7]:
-
Percampuran
dari bahasa asing
-
Perkembangan
makna kalimat dalam lahjat
Sementara
itu, faktor-faktor lain penyebab banyaknya polisemi dalam bahasa Arab secara khusus dapat disebutkan
sebagai berikut[8]:
a. Lebih
diakibatkan oleh adanya macam-macam dialek dalam bahasa Arab tersebut. Sementara banyaknya dialek lebih
diakibatkan oleh banyaknya kabilah, dan setiap kabilah
memiliki dialek masing-masing. Macam-macam dialek ini dikodifikasikan dalam beberapa mu’jam, sehingga
tersusunlah macam-macam kata dengan berbagai makna
yang terkandung di dalamnya, bahkan satu kata dapat dipastikan mengandung lebih dari satu arti. Disinilah
letak polisemi dalam bahasa Arab.
b. Karena
perkembangan fonem (bunyi) dalam Bahasa Arab, baik itu terjadi karena naqish (pengurangan), ziyadah
(penambahan) maupun naql al-Harfi (pergantian huruf). Melalui proses ini banyak kata-kata
yang menyatu dengan arti kata lain yang berbeda
artinya.
c. Perubahan sebagian kata dari arti
yang hakiki kepada arti yang metaforis, karena adanya
keterkaitan arti dan seringnya dipakai arti metaforis tersebut menjadi kata hakiki. Seperti kata عينyang artinya "mata‟ diartikan dengan الجارية(pelayan, gadis), عينdiartikandengan الأفضل الأشياء و احسنهاsesuatu yang
paling uatama dan yang paling baik. Juga عين diartikan dengan “mata uang emas atau perak.‟
d. Perubahan
morfologi (tashrif) yang terjadi pada dua kata yang sama bentuknya.Dari bentuk tersebut timbul arti
yang bermacam-macam karena perbedaan bentuk masdar-nya.
C.
Pengaruh Musytarak al-Lafdzi
Pegaruh Positif dari polisemi :
1.
Dengan adanya kalimat yang berdiri sendiri pada setiap sesuatu seperti yang
telah kita dapatkan dari beberapa perkataan, fikiran manusia tidak akan
menerima begitusaja melainkan akan ada penyaringan makna terlebih dahulu .
Contohnya : membasuh , membasuh kepala,
membasuhkan orang lain, membasuhkan kepala orang lain dan seterusnya .
2. Istighlal Ghumudh khusus dari beberapa uslub khusus.
Dan
beberapa contoh yang di ambil dari bahasa arab untuk Istighlal sastra arab diantaranya
:
a. Firman
Allah dalam Al Quran yang berbunyi :
ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون ما لبثـوا غير ساعة . .
. الأية
Kalimat pertama yang bergaris bawah dan kalimat kedua yang bergaris
bawah berbeda artinya , kalimat
yang pertama diartikan dengan hari kiamat , sedangkan kalimat yang kedua diartikan sebagai waktu .
b. Rasulullah S.A.W bersabda :
اللهم كما حسنت خلقى فحسن خلقى
Kalimat
pertama yang bergaris bawah dan kalimat kedua yang bergaris bawah berbeda artinya , kalimat yang pertama
diartikan dengan pakaian , sedangkan kalimat yang
kedua diartikan dengan akhlaq.
c. Abu Tamam berkata :
ما مات من كرم الزمان فإ نه يحيا
لدى يحيى بن أحمد
Kalimat pertama yang bergaris bawah dan
kalimat kedua yang bergaris bawah berbeda
artinya , kalimat yang pertama diartikan dengan hidup , sedangkan kalimat yang kedua diartikan dengan nama Yahya .
3.
Menggunakan lafadz pada makna majazi menjadikan polisemi lebih bersastra, apalagi muncul majaz – majaz yang baru yang
belum ada sebelumnya .
Contoh :
v طار الفارس فى
الطريق
v بكت الأخلاق موت
فلان
v ضحكت الأشجار
Dengan beberapa contoh diatas
para sastrawan telah membuat si pembaca untuk ikut dalam hayalan yang telah di tulis oleh mereka.
4. Banyaknya penggadaan
( tambahan ) makna atau perpindahan
makna dikarenakan banyaknya makna
yang ada pada kamus,dan banyaknya penolakan yang terjadi pada kehidupan kita sehari hari pada bahasa
yang biasa kita pakai .
Dan ini kebanyakan digunakan pada anggota
tubuh manusia yang di majazkan .
Contohnya :
v أنف الرجل
v رجل الكرسى
v عنق الزجاجة
v عين الإبرة
v حاجب الشمس
v صدر النهر
Pengaruh Negatif dari polisemi[9]:
1. Berpindahnya
salah satu makna dan meninggalkan makna lain dikarenakan bertolak belakang
dengan makna lain dan banyaknya perpindahan makna dan menetapnya makana yang
kedua disebabkan karena ihtikak.
Syarat-syarat
jika terjadi ihtikak antara lain :
a. Kedua
kalimat harus dipakai pada suatu pola bahasa tertentu dan pada golongan
masyarakat tertentu pula.
Contoh :
Pada kalimat A Near dan
kalimat An Ear , kedua kalimat tersebut dipakai dalam bahasa inggris dimana antara kalimat pertama dan kedua berbeda
jauh artinya . Kalimat A Near
berarti Dekat dan Kalimat An Ear berarti Telinga . Meskipun penulisan keduanya sama persis
tampa ada perbedaan huruf sama sekali .
b. Harus ada dalam fatroh satu waktu .
c. Berkembangya
kalimat polisemi ke dalam suatu bentuk kalam dan diharapkan ada dalam susunan
nahwiyah.
2. Menetapnya dua kalimat dengan rujukan fanomena dari luar
untuk memperkuat makna yang di
inginkan .
3. Berubahnya bentuk dari
salah satu kalimat sehingga diambil bentuk yang khusus yang lebih baik dibanding kalimat-kalimat yang lain.
4. Menghapus penggunaan
sebagian kata yang diharapkan pengucapannya dengan mengganti suara tertentu ,karena jika demikian dilakukan
akan timbul kalimat yang lain
dalam suatu tata bahasa.
5. Adanya pembatasan dalam penggunaan suatu
kalimat .
D.
Contoh dan Perbedaan Polisemi Dengan Homonim
Perbedaan polisemi dengan
homonimi, yaitu homonim bukanlah sebuah kata,
melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja
karena homonimi ini bukan berasal dari sebuah kata, maka maknanya pun berbeda.
Contoh :
Kata (1) pak ‘ panggilan kepada laki-laki
dewasa’ dan (2) pak
‘ bungkusan’
Kata (1) berasal dari kosa kata bahasa Indonesia,
sedangkan kata (2) adalah serapan dari bahasa asing. Kata (1) dan kata (2)
adalah dua kata yang berbeda tetapi kebetulan memilik bentuk / pelafalan yang
sama.
Sebaliknya, bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Ada satu lagi perbedaan antara homonim dan polisemi, yaitu
makna-makna pada bentuk-bentuk homonim tidak ada kaitan atau hubungannya sama
sekali antara yang satu dengan yang lain. Makna pada kata berpolisemi masih ada
hubungannya karena memang dikembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata
tersebut.
Contoh :
denotatif
|
konotatif
|
mata
|
mata-mata
mata jarum
mata hati
matahari
mata angin
kelopak mata
|
biru
|
darah biru
cetak biru
haru biru
|
makan
|
makan hati
makan angin
makan tanah
|
Contoh penggunaan
kata bermakna konotatif dalam kalimat :
‘kepala’
- Kepala sekolah baru kami sudah bertugas.
- Jangan
sampai pujian membuat kita besar kepala.
- Warna kepala jarum itu mulai terkelupas.
- Logo pada kepala surat itu sangat unik.
- Ayah
adalah seorang kepala keluarga.
- Tiap kepala diminta menyumbang satu sak
semen.
- Adik malu
karena diolok Si Kepala Kosong
setelah mendapat nilai rendah.
‘ekor’
- Ibu selalu
mengikat rambut adik model ekor kuda
- Jangan
hanya bisa jadi pengekor !
- Harga ayam
di sini Rp 25.000/per ekor
- Dia
melirik dengan ekor matanya
- Bangkai ekor pesawat yang jatuh itu terpisah
jauh dari bagian yang lain.
‘bunga’
- Mindi
adalah bunga desa di Kelurahan
Sukamaju.
- Dia gugur
sebagai bunga bangsa.
- Bank
konvensional biasa memberi bunga bank
- Mimpi
adalah bunga tidur.